Saat medan berupa fjords dengan kedalaman lebih dari 1 kilometer atau lebih dari 5 kilometer, solusi teknik yang ada belum mampu mengatasinya. Dasar laut akan terlalu dalam untuk dibor untuk dibuat terowongan batu atau meletakkan fondasi jembatan suspensi.
Jembatan apung tidak bisa berfungsi untuk semua kondisi karena sangat rentan pada kondisi cuaca buruk seperti gelombang dan arus laut yang kuat. Ide tentang terowongan apung itu bukan sesuatu yang baru.
Pada 1882, arsitek angkatan laut Inggris Edward Reed mengusulkan terowongan apung melintasi Terusan Inggris, ide yang kemudian ditolak.
Terowongan apung itu dipasang dalam posisi permanen dengan sejumlah kabel yang dikaitkan ke dasar laut atau ditambatkan ke sejumlah ponton dengan ruang lebar untuk dilalui kapal-kapal yang hendak melintas di permukaan laut.
Terbuat dari beton, konstruksi itu dapat berfungsi seperti terowongan biasa dilintasi kendaraan dari satu sisi ke sisi lainnya.
"Gelombang dan arus pada kedalaman 100 kaki dari permukaan laut tidak terlalu kuat dibandingkan di permukaan laut," ungkap Kepala Teknik NPRA, Arianna Minoretti.
Selain itu, terowongan apung meminimalisasikan dampak pada pemandangan karena sebagian besar infrastrukturnya tidak terlihat di permukaan air. Terowongan itu juga tidak terlalu bising dibandingkan lalu lintas di jembatan biasa.