AMSTERDAM, iNews.id - Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte menghadapi mosi tidak percaya di parlemen, Senin (10/7/2023). Mosi tidak percaya ini berlangsung 3 hari setelah pria 56 tahun itu mengumumkan keruntuhan pemerintahan Belanda di bawah kepemimpinannya.
Meski demikian koalisi pemerintahan Rutte masih bertugas sebagai pelaksana tugas sampai pemerintahan baru terbentuk pasca-pemilu berikutnya. Berdasarkan pengalaman sesuai lansekap politik Belanda, proses ini bisa memakan waktu beberapa bulan.
Namun partai-partai oposisi ingin segera Rutte lengser. Dia dianggap gagal dalam menangani kebijakan imigran yang memicu keruntuhan pemerintahannya pada Jumat pekan lalu.
"Rutte telah memicu krisis pemerintahan, kita butuh orang luar untuk turun tangan, menghindari kemandekan dan mengembalikan kepercayaan. Demi kepentingan negara, dia harus menyingkir," kata pemimpin oposisi Partai Buruh, Attje Kuiken, dalam wawancara dengan stasiun televisi TV Nieuwsuur, seperti dilaporkan kembali Reuters.
Dalam kondisi normal, mosi tidak percaya diyakini tidak akan mengancam jabatan Rutte. Koalisinya yang terdiri atas empat partai menguasai parlemen. Namun pada akhir pekan lalu koalisi terpecah. Sebagian besar anggota menyalahkan Rutte atas krisis di kabinet. Rutte mendesak pembatasan imigran keluarga, namun ditentang oleh salah satu partai koalisi, Christian Union.