NAYPYITAW, iNews.id - Ratusan ribu penduduk di delapan kota di Myanmar tidak mendapat akses informasi mengenai Covid-19 sampai sekarang. Situasi ini menempatkan mereka dalam ancaman besar penularan virus yang menyerang pernapasan itu.
Sejak Juni 2019, Pemerintah Myanmar yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, mengambil kebijakan memutus jaringan informasi termasuk internet di sembilan kota di wilayah Rakhine State.
Tujuannya adalah untuk memperlemah perlawanan para geriliyawan Rohingya kepada pemerintah Myanmar. Pada Mei 2020, satu kota telah dipulihkan layanan internetnya, namun sekitar 800.000 penduduk di delapan kota lainnya masih hidup tanpa memperoleh informasi dari dunia luar.
Langkah Pemerintah Myanmar tersebut dikritik oleh dua organisasi kemanusiaan, Human Right Watch (HRW) serta Amnesty International. Mereka mengkhawatirkan perpanjangan pembatasan informasi dan jaringan internet di delapan kota Rakhine State menempatkan para penduduknya dalam ancaman besar di tengah pandemi Covid-19.
Tanpa akses informasi memadai sulit untuk melakukan kampanye kesehatan dalam upaya mencegah penularan Covid-19 di wilayah konflik di Myanmar. Bila tindakan tersebut terus dilakukan maka pemerintah Myanmar melanggar hak asasi manusia.