“Pandemi (Covid-19) membuat kami (umat Islam dan Nasrani) bersatu sebagai komunitas. Krisis ini mendekatkan kami untuk hidup berdampingan,” kata dia.
Rumah ibadah di Jerman kembali buka sejak 4 Mei setelah sempat tutup selama berpekan-pekan karena aturan karantina wilayah Covid-19. Selama pandemi, warga yang beribadah wajib jaga jarak setidaknya 1,5 meter dari jamaah lainnya.
Gereja Martha Lutheran, bangunan bergaya neorenaissance dengan dominasi bata merah, berada di Distrik Kreuzberg, Berlin, menunjukkan pemandangan yang berbeda apabila dibandingkan dengan situasi di pusat kebudayaan Neukoelln. Umat Islam di Berlin biasanya berkumpul di pusat kebudayaan itu.
“Cukup aneh bagi saya, karena ada alat musik dan gambar-gambar (saat ibadah),” kata seorang jamaah, Samer Hamdoun. “Namun, saat kalian melihatnya, kalian akan lupa dengan detail-detail kecil, karena pada akhirnya, ini adalah rumah Tuhan,” ujar dia.
Dewan Islam Jerman, organisasi yang menaungi 400 masjid di negara Eropa itu, pada April lalu menyatakan, banyak masjid kesulitan dana saat karantina wilayah yang turut diberlakukan selama Ramadhan. Pasalnya, saat Bulan Puasa, masjid banyak menerima sumbangan dana dari jamaah.
Sementara itu, pendeta Gereja Martha Lutheran, Monika Matthias mengatakan, dia merasa begitu tersentuh oleh panggilan ibadah dari para Muslim di sana.
“Saya ambil bagian dalam doa,” kata dia. “Saya ikut memberi ceramah dalam Bahasa Jerman. Selama doa, saya hanya dapat mengatakan ya, ya, ya, mengingat kami prihatin terhadap masalah yang sama, dan kami ingin belajar dari anda, dan indah rasanya mengetahui kita merasakan hal yang sama,” ujar dia.