Zona penyangga akan tetap eksis selama masih ada kebutuhan keamanan.
Dokumen yang diberikan kepada anggota kabinet keamanan itu juga menegaskan Israel tetap mempertahankan kendali keamanan atas seluruh wilayah barat Yordania, termasuk Tepi Barat dan Gaza.
Secara keseluruhan, rencana pasca-perang Netanyahu tak sejalan dengan penerapan solusi dua negara atau pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berhak menentukan nasib sendiri.
Beberapa jam setelah dokumen terungkap, berbagai tanggapan muncul, termasuk dari sekutu Barat, seperti Amerika Serikat (AS).
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat tidak sesuai dengan hukum internasional. Ini juga menandakan kembalinya kebijakan lama AS di masa pemerintahan sebelumnya, Donald Trump.
Kecaman juga datang dari Markas Besar PBB, New York. Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, rencana pasca-perang Netanyahu untuk Gaza bertentangan dengan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.
"Kami jelas telah melihat laporan-laporan itu. Pertama dan terpenting, perlu diulangi, kita sekali lagi menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, akses kemanusiaan yang lebih besar serta pembebasan sandera segera dan tanpa syarat," kata Dujarric.
Dia juga menegaskan, Guterres menggarisbawahi dan menegaskan kembali bahwa setiap solusi berkelanjutan untuk perdamaian jangka panjang harus berada dalam kerangka solusi dua negara, diakhirinya pendudukan, serta pembentukan negara merdeka yang demokratis dan saling berdekatan, negara Palestina yang berdaulat dan layak di mana Gaza menjadi bagian integralnya sejalan dengan hukum internasional, resolusi PBB terkait, dan perjanjian bilateral yang ada.