Lanjut, dia lulus dan masuk sekolah bergengsi lainnya di tingkat SMA, yakni Sekolah perempuan Tanjong Katong. Seusainya menempuh SMA, Halimah berlanjut ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Singapura, Fakultas Hukum, dan lulus di tahun 1978.
Sebagai sarjana hukum, ia memulai kariernya sebagai pengacara yang berkonsentrasi pada masalah pekerjaan dan hukum buruh. Dia bekerja di National Trades Union Congress (NTUC), sebuah organisasi serikat buruh terbesar di Singapura, yang memiliki hubungan erat dengan Partai Aksi Rakyat (PAP) sampai di kemudian hari, karir politiknya dimulai dari partisipasinya sebagai anggota Partai Aksi Rakyat (PAP).
Tahun 2001, Halimah mendapat gelar LLM di Universitas Nasional Singapura sekaligus terpilih sebagai anggota parlemen dalam pemilihan umum Singapura. Dia mewakili daerah pemilihan Jurong Timur dan kemudian daerah pemilihan Marsiling-Yew Tee setelah perubahan perbatasan pemilihan pada tahun 2015 dan mendapat gelar sebagai Doktor Kehormatan pada 2016.
Selama karirnya di parlemen, Halimah mengisi berbagai posisi pemerintah, termasuk Menteri Senior untuk Pembangunan Sosial dan Keluarga, serta Menteri Senior untuk Ilmu Pengetahuan, Penelitian, dan Inovasi. Kemudian, ia sempat menjabat sebagai Ketua Parlemen dan merupakan orang ketiga yang menjabat dari ras minoritas secara berturut-turut, setelah Abdullah Tarmugi dan Michael Palmer
Pada 2017, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua juga keanggotaannya dari PAP untuk mengajukan diri sebagai kandidat dalam Pemilihan Presiden Singapura 2017. Di tahun yang sama, Halimah terpilih sebagai presiden melalui pemilihan ‘walkover’ atau tanpa adanya pemilu, sedangkan dua pesaing lainnya, Salleh Marican dan Farid Khan, keduanya ditolak kelayakannya karena tidak memenuhi aturan konstitusi yang mewajibkan kandidat dari sektor swasta untuk memimpin perusahaan dengan ekuitas pemegang saham setidaknya 500 juta dolar Singapura ($372 juta).