Rusia Keluar dari Perjanjian 1956, Inggris Tak Bisa Lagi Tangkap Ikan di Laut Barents yang Kaya

Ahmad Islamy Jamil
Ketua Duma Negara (DPR) Rusia, Vyacheslav Volodin. (Foto: Reuters)

Agresi militer besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 memicu konfrontasi paling serius antara Moskow dan negara-negara Barat sejak krisis rudal Kub 1962. Masing-masing pihak menganggap pihak lain sebagai musuh abadi. 

Presiden Vladimir Putin menggambarkan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya sebagai kerajaan yang sedang runtuh dan ingin menghancurkan Rusia dan mencuri sumber daya alamnya. Sementara Barat menganggap Putin sebagai pembunuh dan Rusia di bawah pimpinan Putin sebagai musuh. 

Setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, negara-negara Barat memberikan sanksi terberat yang pernah mereka jatuhkan terhadap negara-negara dengan perekonomian besar. Rusia menganggap sanksi tersebut sebagai deklarasi perang ekonomi, meskipun ekonominya tumbuh 3,6 persen tahun lalu. 

Volodin, yang juga sekutu dekat Putin, memandang runtuhnya Uni Soviet pada 1991 sebagai sebuah tragedi. Dia pun menganggap pemimpin Soviet terakhir, Mikhail Gorbachev, sebagai korban tipu daya Barat hingga kebijakannya justru mempermalukan Rusia. 

“Dengan Gorbachev, kita kehilangan negara kita, dan dengan Putin kita mendapatkannya kembali,” kata Volodin.

Editor : Ahmad Islamy Jamil
Artikel Terkait
Internasional
44 menit lalu

Jenderal Rusia Tewas Mobilnya Dipasang Bom, Perbuatan Intelijen Ukraina?

Internasional
2 hari lalu

Mengungkap Perjalanan Kisah Cinta Presiden Vladmir Putin

Internasional
3 hari lalu

Putin Sebut Zelensky Bukan Presiden Ukraina yang Sah, Kenapa?

Internasional
3 hari lalu

Putin: Bola Ada di Tangan Eropa dan Ukraina

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal