Sejumlah lembaga internasional pun berusaha menemukan cara untuk distribusi vaksin yang adil ke depannya. Di antara mereka adalah Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) yang berbasis di Oslo, Norwegia; WHO, dan; aliansi vaksin nirlaba Gavi,
Tahap pertama uji klinis vaksin corona di Thailand akan melibatkan sekitar 100 sukarelawan yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama untuk orang berusia 18 hingga 60 tahun. Sementara, kelompok yang lainnya untuk mereka yang berusia 60 hingga 80 tahun, kata Dr Kiat.
Fokus tahap pertama uji klinis itu, yang akan memakan waktu sekitar dua bulan, adalah menentukan keamanan dan dosis yang sesuai untuk penggunaan pada manusia. Menurut rencana, perekrutan sukarelawan dimulai pada September.
Tahap kedua, kemungkinan akan dimulai pada Desember, dengan melibatkan 500 hingga 1.000 orang. Vaksin ini mungkin mendapatkan otorisasi penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Thailand dan melewati tahap ketiga sekaligus yang terakhir, yakni melibatkan lebih dari 10.000 sukarelawan di negara-negara yang memiliki wabah Covid-19.
Vaksin buatan Universitas Chulalongkorn menggunakan teknologi mRNA baru, mirip dengan proyek vaksin yang sedang dikembangkan oleh Moderna Inc yang berbasis di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Teknik ini dikatakan paling hemat biaya dan ideal untuk produksi skala besar.
Selain di Universitas Chulalongkorn, Thailand juga memiliki beberapa penelitian vaksin Covid-19 lainnya yang sedang berlangsung dengan menggunakan berbagai metode.
Produksi 10.000 dosis untuk uji coba vaksin akan dimulai minggu depan. Begitu semua tahapan uji coba rampung, Thailand siap memulai produksi, dengan potensi meningkatkan pasokan untuk didistribusikan ke negara-negara tetangga dan ekonomi berpenghasilan rendah atau menengah lainnya.