Sementara itu Zaw Naing Tun menceritakan bagaimana unitnya memusnahkan 20 desa Rohingya.
Dia mengatakan sekitar 80 orang tewas, termasuk anak-anak dan orang tua, laki-laki maupun perempuan. Pembunuhan itu dperintahkan komandan batalionnya, Letkol Myo Myint Aung.
Dalam satu insiden, 10 warga desa yang dicurigai tergabung dalam Arakan Rohingya Salvation Army, kelompok pemberontak Rohingya, ditangkap dan diikat, lalu ditembak atas perintah kapten.
Zaw Naing Tun mengatakan dia juga ada di lokasi ketika seorang sersan dan kopral memerkosa tiga perempuan Rohingya, namun Zaw menepis ikut memerkosa.
Dia mengaku ikut menjarah pasar setelah perwira unitnya mengatakan, apa yang diambil menjadi hal milik mereka.
“Kami masuk ke pasar, menghancurkan kunci dan pintu, lalu mengambil uang, emas, pakaian, makanan, dan telepon genggam,” katanya.
Myanmar telah lama menganggap muslim Rohingya bermigrasi secara ilegal dari Bangladesh, meskipun keluarga mereka telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi.
Hampir semua etnis Rohingya tak memiliki status kewarganegraan setelah pengajuan mereka ditolak pada 1982. Mereka juga tidak diberi kebebasan bergerak serta hak-hak dasar lainnya.