Hujan lokal yang terbentuk akibat pemanasan yang intens, seperti pada sore hari, bisa berintensitas deras.
Dia mengungkap, fenomena hujan dengan intensitas tinggi pada awal Juli 2024 merupakan anomali. Sebab, Juli pada umumnya sudah memasuki puncak kemarau.
"Jakarta masih dikatakan masuk musim kemarau, karena jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) belum mencapai 50 milimeter dan diikuti oleh dua dasarian berikutnya. Awal Juli kemarin (2024) sudah memasuki puncaknya, tetapi justru hujan dengan intensitas tinggi," jelasnya.
Nanda memaparkan, anomali tersebut disebabkan sejumlah faktor, seperti embusan arah angin pada 6 Juli 2024 dominan dari utara menuju wilayah Jabodetabek. Angin hangat dari arah pesisir kemudian bertemu dengan angin dingin dari Bogor, Jawa Barat.
Dia menambahkan, awan hujan yang terbawa angin itu lantas tertahan di wilayah Jakarta Selatan, Depok dan Bogor. Sehingga, warga Jakarta pun harus mewaspadai perubahan cuaca yang signifikan.
"Curah hujan masuk kategori tinggi, sekitar 200 mm. Hujan lokal yang terjadi serentak di wilayah selatan Jakarta membuat volume sungai meningkat. Itu yang menyebabkan banjir di 30 wilayah DKI Jakarta, di mana 28 titik ada di Jakarta Selatan," katanya.