"Memang ada kendala dalam berkomunikasi yang menyebabkan kesalahpahaman, yaitu meminta resume medis, bukan meminta rekam medis yang bertujuan agar bisa bersama-sama mencari rujukan RS, yang lebih baik dari segi tim, sarana prasarana untuk menunjang adik BA, hal ini saya baru tahu pada Jumat, minggu lalu setelah bertemu pihak keluarga," ujarnya.
Dia mengaku sudah berkomunikasi dengan pihak dinas kesehatan untuk memfasilitasi pengobatan BA. Sayangnya, kondisi pasien sudah tidak merespons, hingga dinyatakan meninggal dengan kondisi mati batang otak.
Sebelumnya, pihak RS juga mencari rujukan untuk pasien sampai lebih ke 80 rumah sakit di Jabodetabek. Akan tetapi, hasilnya nihil dan tidak ada satu pun RS yang ingin menampung pasien bocah tersebut.
Bersamaan dengan itu, pihak RS tidak bisa melakukan prosedur lebih lanjut karena keterbatasan sarana dan prasarana sebagai rumah sakit tipe C.
"Jadi pada awalnya yang ada itu hanya ibu pasien, ayah pasien sedang di luar negeri, memang dari awal diminta untuk segera dipindahkan tapi kondisi anak tidak memungkinkan untuk dipindahkan, tidak memberi respons, segala risiko sudah diberitahu, namanya kondisi anak sudah seperti itu, tapi ibunya pengen tetap berusaha," tuturnya.
"Dari kami oke, misal hanya menyediakan fasilitas untuk pemindahan misalnya membawa ambulans yang sesuai, ada ventilator dan sebagainya, lalu mencari rujukan, tapi kondisi anak tidak memungkinkan, jika itu dipaksa siapa yang menanggung? Dari hari pertama sampai hari ketiga setelah operasi masih kejang berulang, dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk dibawa," ujar dia.