Sementara itu, Ketua Forsiladi, Taufiqurokhman mengakui aturan mengenai restorative justice masih terpisah di masing-masing institusi walaupun saling menguatkan.
"Di MA punya aturan, di kepolisian ada aturan, di Kumham juga ada aturan, lantas di kejaksaan juga ada aturan. Jadi kayak terpisah-pisah, tapi memang saling menguatkan," tuturnya di forum yang sama.
Menurutnya, akan lebih efektif jika RJ memiliki payung hukum secara global berupa Undang-Undang. Sehingga pada praktiknya RJ tak lagi berdasarkan ketentuan parsial di masing-masing institusi yang bisa saja dipersoalkan kembali jika rezim berganti.
"Jadi mereka (institusi) masing-masing beracara menurut aturan mereka. Kita harus mengikat ini dalam suatu ikatan, bentuknya adalah undang-undang. Karena kalau undang-undang kan mengikat ke semua masyarakat, kementerian atau lembaga," ucapnya.