Beberapa larangan telah disampaikan pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) agar para pegawai negeri sipil (PNS) bekerja secara sederhana. Hal itu berupa larangan mengadakan acara atau rapat di hotel per 1 Desember 2015 hingga harus menghidangkan makanan berbahan singkong.
Contohnya, sajian untuk menjamu tamu haruslah hidangan yang terbuat dari singkong. Dalam surat keputusan itu terdapat lima jenis makanan yang dapat dipilih sebagai sajian rapat, yaitu singkong rebus, jagung rebus, misro, combro, timus, singkong urap, dan ubi rebus.
Tentu maksud MenPAN-RB bukanlah para tamu hanya diberikan singkong rebus atau goreng. Di sinilah, kreativitas PNS diperlukan dalam mengolah makanan itu menjadi makanan berkelas restoran. Jadi, singkong akan lebih dikenal oleh masyarakat. Jika niatnya ingin menghemat anggaran dan membiasakan pola hidup sederhana dan hemat, semua pasti dapat dilakukan.
Entah sudah puluhan atau bahkan ratusan kapal asing ditangkap oleh pihak berwenang karena melanggar teritori dalam menangkap ikan. Banyak cara bagi nelayan asing masuk ke wilayah Indonesia.
Terlebih kapal patroli milik pengamanan perbatasan kalah canggih dengan kapal asing yang masuk ke wilayah laut Indonesia. Kini tampaknya, KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) serius melindungi nelayan Indonesia dengan cara menenggelamkan kapal kapal asing itu.
Terhadap kasus itu, patut mempertimbangkan kembali atas peledakan hingga penenggelaman kapal asing. Pertama, pembelian bom untuk meledakkan kapal sebelum ditenggelamkan tentu memerlukan biaya.
Selama kapal sudah dapat dikuasai aparat, Indonesia, pengamanan kapal itu saja sudah cukup, tanpa perlu pembelian bom atau peledak. Kedua, jika kapal masih bagus, dapat dimanfaatkan atau dihibahkan ke nelayan atau ke satuan pengamanan perbatasan.
Pertimbangan ketiga, pascadiledakkan, kemudian ditenggelamkan, apakah tidak akan merusak ekosistem laut? Bukankah kita yang harus menjaga laut? Lalu, mengapa justru mengotorinya?
Sektor kelautan Indonesia menghadapi masalah besar, yaitu eksploitasi ikan secara ilegal, tidak dilaporkan atau tidak terpantau oleh aparat pemerintah, dan tidak diregulasi dengan baik oleh pemerintah. Menteri Kelautan dan Perikanan pun melakukan pengawasan yang lebih ketat dengan melibatkan kerja sama lintas instansi, termasuk dengan TNI Angkatan Laut dan Kepolisian.
Kapal-kapal asing yang beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia akan "dibombardir". Tentu, tekad keras Menteri Kelautan dan Pertanian harus diapresiasi. Kita dapat berharap adanya perbaikan signifikan dalam tata dan daya kelola sumber daya kelautan Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi negeri yang lebih berdaulat atas sumber daya kelautan yang dimiliki. Sementara itu, masyarakat yang terlibat di sektor ini, terutama para nelayan, akan lebih sejahtera.