Semilir sarayu yang bersibak dalam afsun swastamita
Tak memupuskan langkah Bunda tuk menyiratkan afeksinya
Setiap malam, kidung harsa terdengar manis dalam ruang hampa
Tanpa harap eulogi, walau peluh melumpuhkan sekujur atma
Kalbuku berdegup memandang wajah cantikmu seakan tiada beban
Tutur manismu mampu mengiringi seluk-beluk kehidupan
Meredum tamparan perkara yang menghantui kalbu, berhamburan
Hingga atma berdaya melampaui liku buana kuan pagan
Ditengah penghujung malam, terselip doa walau derai menerpa
Memanjatkan doa teruntuk bunda yang menyuguhkan afeksi amerta
Tak lesap dirimu dalam jelma seram yang merisaukan asa
Meninabobokkan elegi menjadi nirwana dalam candramawa
Mungkin, aksara dalam pena ini tak sebanding adorasimu kian nirmala
Walau netra menatapku sebagai insan apatis tak berperasa
Kau menatapku laksana insan anindita tanpa dosa
Oh tuhan, mampukan hamba mengabdi jasa Bunda yang tak mampu ku jangka?
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
Ibu…
Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah
Ibu…
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati aku dengan penawar dan semangat
Dan bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada tuhan
Namun…
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu
Ibu…
Aku sayang padamu…
Tuhanku…
Aku memohon pada-MU
Sejahterakanlah dia selamanya…
Dengan sel-sel darah engkau lahirkan kehidupan bagiku
Tetesan air mata tak terhenti seperti hujan yang mengalir
Tapi ada faya engkau pertaruhkan nyawa bagiku
Suara malaikat kecil bernyanyi
Rasa sakit hilang jadi bahagia
Tak sedikit kata terucap
Tak sedikit darah mengalir
Engkau tersenyum bagaikan rembulan dimalam yang sunyi
Sentuhan demi sentuhan kau usap dengan jemarimu
Kecupan bibirmu menghangatkan jiwaku
Hari berganti Bulan berganti Tahun
Menjagaku tanpa letih
Mendekapku dengan ketulusan
Cinta kasihmu tak lekang oleh waktu
Kau tuntun aku di jalur berliku yang penuh dengan batu
Untuk menuju ke kedewasaanku
Tak pernah kau pikirkan dirimu
Tak pernah kau pikirkan beratnya hidupmu
Sungguh begitu kuat dirimu
Kau begitu sempurna bagiku
Kau darah yang terus mengalir dihidupku
Ingin rasanya ku indahkan namamu
Ingin rasanya ku indahkan derajatmu
Ingin rasanya ku berikan seluruh hidupku untukmu
Namun apa daya aku hanya seorang lemah
Yang selalu mengikis relung hatinya dengan keegoisanku
Ingin ku ulang waktu untuknya
Kan kuberikan seluruh hidupku untuknya
Karena bahagiamu adalah surga bagiku
Ibuku dehulu marah padaku
Diam ia tiada berkata
Akupun lalu merajuk pilu
Tiada peduli apa terjadi
Matanya terus mengawas daku
Walaupun bibirnya tiada bergerak
Mukanya masam menahan sedan
Hatinya pedih karena lakuku
Terus aku berkesal hati
Menurutkan setan, mang kacau-balau
Jurang celaka terpandang di muka
Kosongsong juga - biar cedera
Bangkit ibu dipegangnya aku
Dirangkumnya segera dikecupnya serta
Dahiku berapi pancaran neraka
Sejuk sentosa turun ke kalbu
Demikian engkau;
Ibu, bapa, kekasih pula
Berpadu satu dalam dirimu
Mengawas daku dalam dunia
Kalau engkau menangis
Ibundamu yang meneteskan air mata
Dan Tuhan yang akan mengusapnya
Kalau engkau bersedih
Ibundamu yang kesakitan
Dan Tuhan yang menyiapkan hiburan-hiburan
Menangislah banyak-banyak untuk Ibundamu
Dan jangan bikin satu kalipun untuk membuat Tuhan
Naik pitam kepada hidupmu
Kalau Ibundamu menangis, para malaikat
Menjelma
Butiran-butiran air matanya
Dan cahaya yang memancar dari airmataIbunda
Membuat para malaikat itu silau dan marah kepadamu
Dan kemarahan para malaikat adalah kemarahan suci
Sehingga Allah tidak melarang mereka tatkala menutup pintu sorga bagimu
Bunda, alangkah deras waktu berlalu
Membuat segala sosok bertukar rupa. Atau lumer
bagai salju
Kecuali rumah yang puluhan tahun engkau bangun
Bersama ayah. Di dalam kalbuku
Tempat jiwaku tetirah saban gundah
Rumah tempatku dulu bertumpu untuk melanglang
Bagai liang belalang di pohonan. Sebelum
Ia mencelat ke padang-padang
Alangkah fana semua yang di sisi
Kecuali wajah, kerudung, dan tadarus mu. Yang terus
Menyelimutiku dengan wangi kesturi
Di hadapanmu, Bunda, tetaplah aku anak balita
Dengan ubun-ubun rawan yang terus berdenyut
Tanpa suara
Jauh dan tembus waktu
Ibu pernah mengusirku minggat dari rumah
Tetapi menangis ketika aku susah
Ibu tak bisa memejamkan mata
Bila adikku tak bisa tidur karena lapar
Ibu akan marah besar
Bila kami merebut jatah makan
Yang bukan hak kami
Ibuku memberi pelajaran keadilan
Dengan kasih sayang
Ketabahan ibuku
Mengubah rasa sayur murah
Menjadi sedap
Ibu menangis ketika aku mendapat susah
Ibu menangis ketika aku bahagia
Ibu menangis ketika adikku mencari sepeda
Ibu menangis ketika adikku keluar penjara
Ibu adalah hati yang rela menerima
Selalu disakiti oleh anak-anaknya
Penuh maaf dan ampun
Kasih sayang Ibu adalah kilau sinar kegaiban
Tuhan
Membangkitkan haru insan
Dengan kebijakan
Ibu mengenalkan aku kepada Tuhan
Itulah 19 puisi ibu yang bermakna dan dapat menyentuh hati seorang Ibu. Semoga artikel ini bermanfaat ya!