Dia menilai, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih mengedepankan pencegahan daripada penindakan. Mengingat, dalam sisi hukum, pencegahan memang menjadi sebuah langkah yang didahulukan sebelum praktik pelanggaran hukum terjadi.
"Mestinya KPK tidak mengutamakan masalah penindakan, tetapi aspek pencegahan. Dan aspek pencegahan ini yang saya tidak mencium. Kalau saya berpikir dalam sisi law and society. Jadi kalau ada orang terindikasi, lebih baik kita ingatkan supaya sadar, ketika masih terus itu baru jadi sasaran tembak," ujarnya.
Menurut Suteki, lembaga antirasuah itu harus lebih bijaksana dalam mengambil suatu tindakan. Langkah bijaksana itu dapat diambil jika saja KPK mempertimbangkan berbagai aspek seperti sosiologi dan budaya.
"Saya melihat ini harus kita lihat lebih arif lagi, tidak hanya menyuarakan peraturan tetapi kita gali dari aspek sosiologisnya dari moral, etik, religion. Maksud saya ini tidak pas kalau digabung dengan undang-undang korupsi," katanya menjelaskan.
Tak hanya Prof Suteki, turut hadir dalam acara Polemik MNC Trijaya Network seperti mantan Mahkamah Agung (MA) DR Arbijoto, pakar hukum dan founder SA Institute DR Suparji Ahmad, pakar hukum tata negara dari Universitas Pancasila Muhammad Rullyandi, dan Pitan Daslani selaku editor buku menyibak kebenaran-Eksaminasi terhadap putusan perkara Irman Gusman.
Sementara dalam sidang peninjauan kembali (PK) yang dimohonkan Irman Gusman di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/11/2018), tim penasihat hukum menyerahkan berkas kesimpulannya kepada majelis hakim. Dengan menyerahkan lembar itu, hakim menyatakan pihak yang berperkara sudah membacakan kesimpulannya.
"Dianggap dibacakan," ujar penasihat hukum Irman, Maqdir Ismail di Jakarta, Rabu (21/11/2018). Maqdir menjelaskan, kesimpulan yang diserahkan kepada hakim terkait dengan adanya bukti baru atau novum.