“Sekarang, coba lihatlah, mereka juga ingin belajar seperti kamu, tetapi tidak memiliki dukungan seperti yang kamu miliki,” kata ibunya, sambil mereka masih berada di dalam mobil.
Melalui pengalaman itu, Banu tersadarkan dan bersedia pergi ke sekolah meskipun terlambat. Selama perjalanan ke sekolah, Banu melihat seorang anak yang berjalan pincang dengan seragam sekolah yang sama dengan miliknya. Di dalam hatinya, Banu mengucapkan, “Aku bersyukur masih memiliki tubuh yang sempurna untuk mengejar ilmu.”
Seluruh penghuni Kos Biru sudah berkumpul di depan mushola, untuk merumuskan konsep gotong royong besok sore. Mulai dari peralatan yang harus digunakan hingga pembagian tugas tiap masing masing orang. “Dikarenakan musim kemarau yang berkepanjangan di daerah kita, halaman Kosan Biru beberapa pekan ini penuh dengan sampah dedaunan kering hingga sampah ranting yang berjatuhan memenuhi halaman.
Untuk itu, besok sore ibu meminta kalian bergotong royong membersihkan semua sampah itu” buka ibu kos. Setelah itu, ibu kos membagi kami menjadi beberapa kelompok, serta pembagian area mana saja yang akan dibersihkan. Tidak lupa beliau mengingatkan kepada kita bahwa kegiatan ini semata-mata untuk kenyamanan bersama. Keesokan harinya selepas ba’da ashar, semua telah berkumpul di lokasi yang ditentukan.
Pekerjaan pun dimulai, sampah mulai dibersihkan dan diangkut ke pembuangan akhir. Aku berada satu regu dengan kawanku yang bernama Sita. Kita membersihkan halaman depan gedung 1, tepat di depan kamarku dan kamarnya. “Sit, lo haus ga? Gue mau beli minum nih di warung depan, mau nitip ga?” tanyaku pada Sita. “Engga deh, di kamar gue masih ada minuman dingin, ko.” Balas Sita.