Tono : “Saya heran dengan dosen ilmu politik, kalau mengajar selalu duduk, tidak pernah mau berdiri.”
Udin : “Ah, begitu saja diperhatikan sih Ton.”
Tono : “Ya, Udin tahu sebabnya.”
Udin : “Barangkali saja, beliau capek atau kakinya tidak kuat berdiri.”
Tono : “Bukan itu sebabnya, Din. Sebab dia juga seorang pejabat.”
Udin : “Loh, apa hubungannya.” Tono :
“Ya, kalau dia berdiri, takut kursinya diduduki orang lain.”
Udin : “???”
Makna:
Teks anekdot di atas memiliki makna tersirat tentang sindiran terhadap para pejabat yang selalu mementingkan posisinya, baik itu di pemerintahan maupun instansi lainnya. Meskipun, dalam teks terlihat bahwa pejabat yang dimaksud adalah pejabat di bidang politik.
Judul: Liburan Kuli Bangunan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan, saya Didi. Di sini ada kuli bangunan? Wah, berarti saya satu-satunya ya di sini. Ngomong-ngomong soal liburan, buat kebanyakan orang, liburan itu obat stres, tapi buat saya malah bikin stres. Datang liburan orang-orang sibuk nyiapin rencana mau liburan ke mana. Saya malah sibuk nyari alasan.
Anak saya minta liburan, “Pak, ingin ke Dufan.”
“Nak, Jakarta banjir.”
“Ya udah Pak, ke Tangkuban Perahu.”
“Nak, perahunya bocor.”
“Ah bilang aja, Bapak gak punya uang.”
“Cerdas!”
Anak saya itu memang jarang liburan. Saya bawa ke tempat kerja saja, menurut dia itu tamasya. Dari pagi sampai sore, dia anteng nyusun lego, pakai batu bata. Kalau orang lain nyusun lego, anak-anak, ya jadi robot, anak saya jadi pos ronda.
Pulang ke rumah ditanya sama istri saya, “Gimana Nak, seru main sama Bapak?”
“Mantap, Mah! Pokoknya udah gede aku mau jadi kuli bangunan.”
“Hey, masa perempuan jadi kuli banguan..”
“Gak apa-apa, Mah, emansipasi!”
Ya, anak saya itu memang jarang liburan, jadi dia itu norak. Kemarin saja saya bawa ajak mandi bola, dia bawa handuk.