Tidak ada lagi pekerjaan tanam paksa yang mengharuskan rakyat untuk bekerja tiada henti dengan sengsara tanpa mendapatkan sepeser uang ataupun sepiring nasi. Tidak ada lagi paksaan nafsu dan pelepasan birahi penjajah terhadap wanita-wanita tidak bersalah di Indonesia.
Anak-anak negeri dapat dengan senangnya bermain kesana kemari tanpa harus mendengarkan senapan atau gencatan senjata dari para kolonial.
Mereka akhirnya bebas dari kurungan takdir yang sama sekali tidak mereka inginkan. Inilah awal langkah menuju kebebasan seluruh rakyat Indonesia.
Kini sudah bertahun-tahun lamanya, Indonesia melakukan perubahan dalam negeri, tetapi tanpa hentinya masalah terus bermunculan. Seperti pada saat Era Reformasi tahun 1998, di kala Indonesia belum mendapatkan haknya untuk bebas berekspresi dalam bentuk apapun. Kekerasan terus terjadi dari dalam negeri. Setiap kelompok, ras, golongan, dan identitas rakyat masih dibeda-bedakan.
Betapa sia-sianya kita merdeka kalau cuma untuk “merayakan” tindak anarki dan seenak jidat para petinggi. Akhirnya pecahlah keributan pada masa itu. Rakyat berdemo dan membuat ricuh suasana hanya untuk pemerintah mendengarkan suara mereka. Namun, pada nyatanya mereka yang seharusnya bertanggung jawab malah asyik dan tidur nyenyak di kasur kekuasaan mereka.