Bukan hanya satu peristiwa saja, di saat Indonesia sudah dijuluki “Negara Berdemokrasi” peristiwa seperti ini malah terjadi lagi. Dilansir dari theconversation.com, Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI pada 2008 mengeluarkan UU ITE. Ia berisi tentang perlindungan kepada warga agar dapat berekspresi dan mengeluarkan pendapat di dunia maya.
Ironisnya, UU ITE justru mengancam kebebasan rakyat dalam berekspresi. Undang-undangnya malah disalahgunakan untuk menutup mulut mereka yang menentang pemerintah dan aparat. Hal ini tentu saja menambah beban kebebasan berekspresi warga yang terus merosot.
Bukan hanya kasus kebebasan dalam berekspresi saja. Kasus agama, etnis, golongan dan ras juga menyertai sejarah di Indonesia. Pada tahun 1999 konflik paling ironi yang berbau agama tercium di tanah Ambon. Kerusuhan hebat antara Agama Islam dengan Agama Kristen berujung taruhan nyawa. Kedua kubu ini saling serang dan membakar bangunan sarana ibadah masing-masing.
Kasus lain oleh lapak kelompok separatisme agar Indonesia terpecah belah juga mewarnai bagai cat hitam di buku sejarah negara Indonesia. Pemerintah lagi-lagi dibuat pusing oleh konflik separatis yang dilakukan oleh kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dipicu akibat keinginan mereka agar Aceh ingin melepaskan diri dari NKRI.
Di Indonesia bagian timur juga terjadi konflik separatis yang tak kalah sengit dan membuat pemerintah Indonesia lelah. Aksi kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) dan Operasi Papua Merdeka (OPM) yang ingin melawan pemerintah demi lepas dari wilayah Indonesia.