JAKARTA, iNews.id- Tokoh Perang Padri adalah para sosok yang memainkan peran penting dalam perlawanan rakyat Indonesia pada masa kolonialisme Belanda di abad ke-19.
Perang Padri sendiri merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia, yang bermula dari konflik antara dua kelompok yang akhirnya berubah menjadi perang melawan penjajah Belanda.
Di tengah kekacauan dan pertempuran yang berlangsung selama puluhan tahun, tokoh-tokoh Perang Padri muncul sebagai figur yang memimpin, memobilisasi rakyat, dan memperjuangkan kemerdekaan serta keadilan.
Dengan keberanian dan dedikasi mereka, mereka berusaha mempertahankan nilai-nilai agama dan budaya, sementara berhadapan dengan pasukan kolonial yang kuat.
Dilansir dari buku Tokoh-tokoh Gerakan Padri karya S.Metron Masdison dari Kemdikbud, berikut ini penjelasan mengenai Tokoh-tokoh Perang Padri:
Tuanku Imam Bonjol adalah seorang ulama besar yang memimpin gerakan Padri. Dia dikenal sebagai sosok yang kuat karena memiliki benteng yang kokoh di wilayah Bonjol. Setelah kematian Tuanku Nan Renceh, Imam Bonjol mengambil alih sebagai panglima perang.
Namun, pada tahun 1837, dia akhirnya menyerah kepada Belanda setelah menghadapi kesulitan dalam menyatukan pasukannya yang tercerai-berai.
Imam Bonjol menyesali kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Padri terhadap kelompok Adat selama perang tersebut. Dia meninggal pada tanggal 8 November 1864 di Lotta, Minahasa, tempat pengasingannya yang terakhir.
Tuanku Pasaman adalah salah satu dari Harimau Selapan yang memimpin gerakan Padri. Dia bertanggung jawab atas serangan Padri ke istana Pagarruyung yang mengakibatkan Sultan terpaksa meninggalkan Minangkabau.
Serangan ini menjadi titik awal konflik antara kelompok Padri dan kelompok Adat sebelum Belanda terlibat dalam perang.
Mayor Jenderal Cochius adalah seorang perwira tinggi Belanda yang memiliki keahlian dalam menerapkan taktik Benteng Stelsel. Pada tahun 1837, ia dikirim ke Minangkabau dengan tujuan menyerang Bonjol dan mengakhiri peperangan.
Selama periode enam bulan, mulai dari Maret hingga Agustus 1837, Mayor Jenderal Cochius memimpin sebuah serangan besar-besaran terhadap Benteng Bonjol. Pada awal Agustus, Belanda berhasil mengendalikan situasi, dan pada tanggal 16 Agustus 1837, Benteng Bonjol jatuh, sementara Imam Bonjol berhasil melarikan diri.
Tuanku Nan Renceh adalah seorang ulama yang berpendirian keras terhadap penggunaan kekerasan dalam gerakan Padri. Dia menjabat sebagai pemimpin gerakan dan panglima perang.
Setelah kematiannya, Tuanku Imam Bonjol menggantikannya sebagai panglima perang Padri. Tuanku Nan Renceh memiliki jasa dalam menyebarkan ide-ide gerakan Padri kepada para pemimpin Minangkabau.
Letnan Kolonel Elout terlibat dalam perang pada tahun 1831 ketika ia membawa Sentot Prawirodirjo yang membelot dari pihak Jawa dalam rangkaian Perang Jawa. Ia adalah salah satu perwira yang ditugaskan untuk menangkap pemimpin kelompok adat ketika mereka bersekutu dengan Padri untuk melawan Belanda.
Ia berhasil menangkap Sultan Tanah Alam Bagagar yang diduga bertanggung jawab atas serangan terhadap garnisun Belanda yang menewaskan 139 prajurit.
Letnan Kolonel Raaf merupakan salah satu perwira yang ditugaskan di Minangkabau setelah tercapainya perjanjian antara kelompok adat dan Belanda. Ia tiba pada bulan Desember 1821.
Pada bulan Maret 1822, Raaf berhasil mengusir kelompok Padri dari Pagarruyung dan mendirikan Benteng Van der Capellen di Batusangkar. Ia terus memimpin pasukan untuk menekan gerakan Padri yang sebelumnya sulit ditahan, meskipun akhirnya meninggal pada bulan April 1824.
Perang Padri berakhir dengan jatuhnya Benteng Bonjol pada bulan Agustus 1837. Benteng Bonjol merupakan benteng terakhir yang dikuasai oleh kelompok Padri di wilayah Minangkabau.