AH Nasution merupakan salah satu tokoh penting dalam peristiwa G30S PKI. Ketika peristiwa itu terjadi, AH Nasution menjadi orang yang dicecar oleh PKI dan ingin dibunuh. Beruntung, Nasution menjadi salah satu orang yang selamat dalam peristiwa nahas tersebut.
Ia mampu meloloskan diri dari upaya penculikan dan pembunuhan yang terjadi langsung di rumahnya, Jalan Teuku Umar No. 40, Menteng, Jakarta Pusat. Selama hidupnya, AH Nasution memberi banyak kontribusi terhadap Indonesia, yaitu pemikiran mengenai konsep perang gerilya dan dwifungsi dan beberapa strateginya yang membuahkan keberhasilan operasi militer yang dilakukan TNI.
Mohammad Yamin adalah tokoh yang merumuskan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan hasil dari Kongres Pemuda II yang berisi tentang pikiran pemuda untuk menyatukan bangsa Indonesia dan juga sebagai salah satu wujud kemerdekaan Indonesia.
Lahirnya Sumpah Pemuda melewati perjalanan yang panjang. Dalam Kongres Pemuda II, Mohammad Yamin datang sebagai anggota Jong Sumatranen Bond. Yamin juga memberikan materi dalam rapat pertama yang membahas tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda yang dirumuskan oleh Moh Yamin adalah “Bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia”.
Dr Soetomo adalah pendiri organisasi Budi Utomo. Organisasi tersebut berhasil menyatukan pemuda profesional, berpendidikan Barat, birokratis, dan tradisional dalam satu organisasi.
Budi Utomo juga menjadi tempat untuk membebaskan rakyat dari penderitaan pemerintah kolonial dengan meningkatkan pendidikan dan semangat anti kolonialisme. Selain mendirikan Budi Utomo, Soetomo juga pergi ke Belanda untuk memperdalam ilmu.
Di sana, ia bergabung dalam Perhimpunan Indonesia dan memberikan informasi untuk pergerakan nasional. Kemudian setelah kembali ke Indonesia, ia mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang digunakan sebagai wadah bagi kaum terpelajar. Ia pun banyak berkontribusi dalam upaya meraih kemerdekaan Indonesia.
Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, memiliki kontribusi besar dalam dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pada zaman sebelum kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara memandang politik pemerintah Hindia-Belanda sangat diskriminatif terhadap pemuda bangsa.
Oleh karena itu, ia berupaya untuk memperjuangkan hak kesetaraan kaum bumi putera dengan kaum penjajah. Ki Hajar Dewantara mendirikan National Onderwijs Institut Taman Siswa atau Sekolah Taman Siswa.
Lembaga yang memiliki semboyan "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" itu kemudian menjadi dasar bagi sistem pendidikan nasional di Tanah Air. Tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, yakni 2 Mei pun dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.