Bamsoet mengaku, wacana utusan golongan belum dibahas lebih jauh di internal MPR. Saat PP Muhammadiyah menyampaikan hal tersebut, MPR menyampaikan ke publik dengan harapan mendapat respons sehingga bisa mewarnai ruang-ruang dialektika.
Dia meminta tak perlu terburu-buru menerima atau menolak wacana tersebut. Mantan ketua DPR ini berharap para ahli hukum tata negara, sosiologi dan sejarawan dapat terlibat langsung membahas wacana tersebut.
"Bagaimana sebetulnya jati diri bangsa Indonesia. Apakah utusan golongan memang relevan diadakan kembali, jawaban akhirnya rakyatlah yang menentukan," kata Bamsoet.
Terkait wacana amandemen terbatas UUD NRI 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan MPR RI 2019-2024 memulainya dengan melakukan silaturahim kebangsaan. Antara lain ke para mantan presiden, pimpinan partai politik, organisasi kemasyarakatan, kelompok masyarakat hingga media massa.
Pimpinan MPR, Bamsoet mengungkapkan, sudah berdiskusi dengan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah dan dalam waktu dekat akan ke Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia. Sejumlah kunjungan ke media massa juga sudah dilakukan.
"Jadi atau tidaknya amandemen kelima dilakukan, tergantung kehendak rakyat. MPR tak mungkin melangkahi rakyat, karena itulah kita buka ruang dialog seluasnya. MPR punya golden time hingga 2023 untuk menyelesaikan apakah amandemen bisa dilakukan pada periode ini atau tidak karena jika sudah memasuki 2024 dan mendekati Pemilu, khawatir ada penilaian politis yang tak sejalan kepentingan bangsa," tuturnya.