Dalam kasus ini, Helfi menyebut penyidik bakal memakai Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Bareskrim Polri menyatakan penyelidikan kasus ini diawali dengan adanya surat Menteri Pertanian kepada Kapolri pada tanggal 26 Juni 2025 tentang penyampaian hasil investigasi terhadap mutu dan harga beras kategori premium dan medium yang beredar di pasar dilakukan pada tanggal 6-23 Juni 2025 pada 10 provinsi dengan jumlah sampel sebanyak 268 sampel pada 212 merek beras.
Hasilnya, terhadap beras premium terdapat ketidaksesuaian mutu beras di bawah standar regulasi sebesar 85,56 persen. Ketidaksesuaian di atas HET sebesar 59,78 persen. Ketidaksesuaian berat beras kemasan berat riil di bawah standar sebesar 21,66 persen.
Terhadap beras medium terdapat ketidaksesuaian mutu beras di bawah standar regulasi sebesar 88,24 persen. Ketidaksesuaian di atas HET sebesar 95,12 persen. Ketidaksesuaian berat beras kemasan berat riil di bawah standar sebesar 90,63 persen.
"Terdapat potensi kerugia konsumen atau masyarakat pertahun sebesar Rp99,35 triliun, terdiri dari beras premium sebesar Rp34,21 triliun dan beras medium sebesar Rp 65,14 triliun," tuturnya.