Pada 1228 Masehi, ayah Rumi membawa keluarganya ke Konya yang saat itu merupakan ibu kota Kesultanan Rum Seljuq yang berkembang pesat dan aman dari serangan tentara Mongol. Ayah Rumi meninggal pada 1231 Masehi dan Rumi kemudian menggantikannya sebagai pengajar dan penasehat di Konya.
Rumi mendalami mistisisme Islam setelah bertemu dengan Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq dari Termez yang memperkenalkannya ke dalam misteri kehidupan spiritual. Rumi menjadi peminat puisi Arab karya Al-Mutanabbi dan mengutip bait-baitnya dalam karyanya.
Pada 1244 Masehi, Rumi bertemu dengan Syamsuddin Muhammad dari Tabriz yang membawa perjalanan spiritualnya lebih dalam. Syamsuddin memperkenalkan konsep kasih dan kehausan spiritual kepada Rumi, yang menjadikan mereka dekat secara spiritual.
Namun kedatangan Syamsuddin juga memicu kontroversi, terutama ketika Syamsuddin memperkenalkan tarian dengan musik sebagai sarana komunikasi intensif dengan Allah. Ini memicu kemarahan murid-murid Rumi. Kontroversi ini berujung pada perpisahan pertama mereka.
Ketika Syamsuddin kembali, kecemburuan muncul di kalangan murid Rumi. Syamsuddin lalu menghilang untuk kedua kalinya. Rumi merasa kesepian dan kehilangan, sehingga ia menciptakan puisi yang ditujukan untuk Syamsuddin dalam upaya memanggilnya kembali.
Setelah Syamsuddin kembali, kedekatan mereka semakin erat. Namun Syamsuddin menghilang lagi dan banyak yang berspekulasi bahwa dia dibunuh oleh anak kedua Rumi, Alaeddin.
Rumi merasa terkejut dan kesepian lagi. Dia melakukan perjalanan ke Syria untuk mencari Syamsuddin, tetapi menyadari bahwa dia harus mencari Syams dalam dirinya sendiri.