Sultan Mahmud Badaruddin II pemimpin yang tegas dan tidak kenal kompromi dalam menghadapi penjajahan Inggris dan Belanda di Palembang. Ia menolak tuntutan Inggris yang menginginkan kekuasaan di wilayahnya.
Setelah gagal melakukan diplomasi dengan Sultan Mahmud, Inggris melakukan serangan wilayah Kesultanan Palembang di bawah pimpinan Mayor Jenderal Robert Rollo Gillespie pada 20 Maret 1812. Atas saran adiknya, Sultan Mahmud akhirnya mengungsi ke daerah Ulu bersama rakyat.
Selama pengungsiannya, Sultan memperkuat pertahanan dengan mendirikan benteng dengan masyarakat yang masih setia padanya. Melihat pasukan Sultan Mahmud bertambah kuat, Mayor Robinson dari Inggris mencoba berunding dan akhirnya Inggris setuju untuk mengembalikan Sultan ke tahtanya.
Pada tahun 1816 Belanda kembali berkuasa di Indonesia dan mengakhiri periode perjuangan rakyat Palembang melawan Inggris. Pada tahun 1819, pasukan Sultan Mahmud bersiap berperang melawan Belanda dengan dukungan ulama Tarekat Sammaniyah. Mereka melancarkan serangan dengan keberanian luar biasa, mengalahkan pasukan Belanda dalam serangan pertama.
Namun ketika memasuki waktu sahur Belanda menyerang secara tiba-tiba dan berhasil menguasai Palembang. Mereka menangkap Sultan Mahmud Badaruddin II dan membuangnya ke Ternate.
Di Ternate dia diakui sebagai Sultan Ternate selama pengasingannya. Dia banyak membaur dengan masyarakat Ternate dan menjalani kehidupan religiusnya.
Sultan Mahmud Badaruddin II tetap menjadi sosok yang tak terlupakan dalam perjuangan melawan penjajahan. Keberaniannya, keyakinannya, dan semangat juangnya tetap menyala, membangkitkan semangat kemerdekaan di hati setiap generasi masyarakat Palembang.