Pada 1873 meletus perang Aceh Teuku Umar baru berumur 19 tahun dan beliau ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya. Awaanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat dan berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya.
Teuku Umar seorang yang sangat paham dengan kejiwaan orang Aceh. Dia mampu menarik pengikutnya dengan sifat dermawan dan riang gembira, dan mampu memperoleh kerjasama mereka dengan mengobarkan perang sabil.
Di tahun yang sama, Teuku Umar menikah dengan Cut Nyak Dhien, seorang pejuang wanita Aceh yang juga merupakan pahlawan nasional Indonesia.
Kepahlawanan Teuku Umar dapat dilihat dari keberhasilan dirinya dalam menghadapi musuh. Pada tahun 1893, Teuku Umar menyerah kepada Belanda dan bergabung dengan pasukan Belanda.
Namun, Teuku Umar sebenarnya hanya berpura-pura menyerah kepada Belanda. Ia ingin memanfaatkan kepercayaan Belanda untuk mendapatkan senjata dan perlengkapan perang. Teuku Umar kembali bergabung dengan pasukan Aceh di tahun 1896, dan memimpin perang gerilya melawan Belanda.