Berbahayanya politik identitas dan uang juga disinggung oleh Wakil Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS), Ahmad Yunus. Pemilu atau Pilkada bisa kehilangan jati dirinya sebagai pilar demokrasi. "Logika yang digunakan adalah aji mumpung. Mumpung calon pemimpin kasih duit dan belum melupakan masyarakat," ujarnya.
Ahmad mengajak publik dan stakeholder pemilu untuk melawan politik identitas dan uang yang telah menurunkan kualitas moral bangsa. "Prinsip demokrasi yang dijalankan harus sesuai dengan Pancasila," katanya.
Staf Khusus BPIP Antonius Benny Susetyo menegaskan, ancaman di Pilkada adalah potensi adanya politik identitas dan kasus SARA. "Masyarakat hanya menerima informasi tanpa adanya filterisasi. Masyarakat digiring pada isu negatif, dan sentimen SARA yang merusak persatuan," ujar Benny.
Rohaniawan ini menilai, seyogyanya calon kepala daerah milik khalayak ramai. "Pemimpin itu merangkul semuanya. Jangan membedakan apapun karena Indonesia beragam," ucap Benny.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Viryan Aziz menjelaskan bahwa politik identitas
ini adalah menyalahgunakan politik berbasis kelompok seperti suku, agama, ras antar kelompok untuk mengambil keuntungan. Adapun politik uang memberikan uang atau sejenisnya untuk mendapatkan suara. "Politik identitas digunakan secara mudah memantik emosional pemilih secara efektif dan murah. Politik identitas ini semakin marak terjadi seiring dengan mudahnya orang-orang secara online atau dalam jaringan," katanya.