Di lain sisi, Hadar menyayangkan kebijakan yang berjalan saat ini justru membuat ruang bagi calon kepala daerah yang tidak berintegritas dapat terpilih menjadi gubernur, bupati, atau wali kota. Hal itu terjadi karena mereka yang berstatus tersangka atau tertangkap, tidak ditarik atau diganti kepesertaannya.
Pendapat senada disampaikan secara terpisah oleh Djohermansyah Djohan. Menurut dia, pemerintah perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur opsi penggantian calon kepala daerah terduga korup.
"Kalau bisa ditempuh dengan cara itu, saya kira akan baik untuk pendidikan politik kita. Artinya, beri opsi penggantian calon yang tersangkut kasus hukum, sehingga kalau partai mau mengganti boleh, kalau tidak pun juga boleh tetapi dengan risiko tanggung sendiri," kata Djohermansyah di Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri itu menambahkan, apabila calon kepala daerah korup tetap dibiarkan bertarung dalam pilkada, maka hal itu akan menjadikan sistem politik di Tanah Air menjadi ternoda.
"Secara logika kan seharusnya secara hukum, calon yang bermasalah tidak boleh dipilih. Rakyat kemudian menjadi tidak nyaman, dan si calon sendiri juga tidak nyaman. Jadi sebetulnya, pemimpin itu harusnya yang tidak terkena masalah hukum," ujarnya.