Dengan tenang dan penuh kewaspadaan tinggi, Sutiyoso melakukan strategi soft approach atau persuasif dan mengajak Din Minimi serta pengikutnya berdialog. ”Sempat saya ngomong, Din, aku ini hanya 3 orang mana menang lawan 120 orang. Kenapa saya berani, karena saya percaya kamu, maka saya minta kamu percaya juga,” katanya.
"Tapi aku juga ngomong, Din, aku bertiga bawa senjata enggak apa-apakan? itu semuanya saya declare aja, supaya dia paham macam-macam, kamu mati juga, kira-kira begitu. Saya bilang sama mereka jangan konyol,” imbuh dia.
Setelah berdialog cukup panjang dan alot, upaya Sutiyoso menaklukkan Din Minimi dan pengikutnya akhirnya berhasil tanpa letusan peluru dan satupun korban jiwa. Din Minimi akhirnya menyerah dan mau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. “Jam 5 pagi dia baru final menyerah. Walaupun dia kaku tapi sempat bilang kepada anak buahnya untuk menyerah. Kemudian 10 orang mambawa senjata 60 senjata, diserahkan langsung ke Jakarta di antar bupatinya,” kata Sutiyoso.
Sutiyoso menyebut, senjata yang dimiliki kelompok Din Minimi merupakan peninggalan sisa-sisa konflik dahulu karena masih ada senjata yang belum diserahkan. Dan tidak menutup kemungkinan senjata yang diselundupkan dari perbatasan. "Karena saya pernah tugas 10 bulan tahun 1978 dulu ya, mengawasi pantai utara itu amat sulit, tidak tercover. (senjata) bisa dari Thailand, bisa dari Filipina," ujarnya.