Namun, dipilihnya Bambang Utoyo juga memicu pro dan kotra di internal TNI AD.
Seperti dikutip buku ‘Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia’, sejumlah perwira memboikot pelantikan KSAD yang baru. Barisan Musik Angkatan Perang pun tidak dihadirkan. Mereka yang memboikot meminta pelantikan Bambang Utoyo dianulir.
Meski begitu, pelantikan dengan tanpa tata cara militer yang lengkap tetap digelar. Walau tanpa barisan musik TNI, lagu Indonesia Raya tetap dikumandangkan dengan bantuan Barisan Musik Pemadam Kebakaran (Damkar).
Friksi tidak berhenti sampai di situ. KSAD yang baru dilantik bahkan tidak dibolehkan masuk ke Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Sebuah peristiwa yang buntutnya melahirkan mosi Zainal Baharuddin dan menjatuhkan Kabinet Ali Sastroamidjojo.
Kabinet yang baru pimpinan Burhanuddin Harahap pun sempat dihujani tekanan jika menyoal friksi TNI ini.
Kabinet Burhanuddin Harahap yang didominasi politisi Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU) itu menunjuk lagi Nasution sebagai KSAD dengan kenaikan pangkat Jenderal Mayor pada 1 November 1955.