JAKARTA, iNews.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melaporkan, aduan pelanggaran etik pemilu meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, pada 2023 ada 325 aduan, sedangkan di tahun 2024 per tanggal 25 September 2024, sudah ada 514 aduan.
Dari 514 aduan itu, sebanyak 226 sudah ditetapkan menjadi perkara atau disidangkan. Sisanya masih masih menunggu verifikasi sebelum diputuskan akan disidangkan atau tidak.
DKPP mengungkapkan, peningkatan jumlah aduan ini tidak terlepas dari peran masyarakat yang ikut mengawasi penyelenggara pemilu. Masyarakat banyak mengadukan dugaan pelanggaran etik tersebut.
"Jumlah perkara pelanggaran etik 2024 jumlahnya lebih besar. Selama setahun ini saja, belum setahun, baru 9 bulan, mencapai 514 pengaduan perkara etik," kata Ketua DKPP Heddy Lugito dalam diskusi di kawasan Puncak, Bogor, Kamis (26/9/2024).
Aduan pelanggaran etik di masa-masa mendatang diprediksi akan lebih banyak lagi. Apalagi, tahapan Pilkada 2024 sudah bergulir saat ini.
Heddy memperkirakan, aduan pelanggaran etik saat Pilkada 2024 bisa lebih banyak ketimbang Pemilu 2024. Calon-calon peserta pilkada di daerah punya potensi menjalin kedekatan dengan penyelenggara pemilu tanpa diketahui banyak orang.
"Itu yang memungkinkan terjadi pelanggaran etik," ujar Heddy.
Aduan pelanggaran etik diprediksi akan terus masuk ke DKPP terutama ketika perkara itu tidak selesai di Bawaslu. Bahkan, pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) juga bisa "lari" ke DKPP.
"Banyak residu kepemiluan yang mestinya selesai di tingkat Bawaslu, tak terselesaikan, sehingga lari ke DKPP. Yang mestinya kelar di MK, PTUN, tidak tuntas, larinya ke DKPP," kata Heddy.