Sedangkan Pasal 772 menjelaskan "Setiap orang yang mencetak tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II".
Meski RUU KUHP itu belum disahkan menjadi undang-undang dan bahkan rencana pengesahan yang semula dijadwalkan sebelum 14 Februari sudah lewat. Dewan Pers tetap melakukan antisipasi, dengan mengundang jajaran Pemimpin Redaksi (Pemred) media untuk melakukan kajian.
Yosep menilai, RUU KUHP itu rentan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan semangat reformasi tetang kebebasan pers sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Itu memungkinkan masyarakat untuk melakukan syiar atau barangkali gugatan di MK," pungkasnya.
Selain Pasal 771 dan 772, berikut 16 Pasal yang dipersoalkan okeh Dewa Pers, yakni pasal 309 dan 310 yang mengatur penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti. Pasal 328 dan 329 terkait gangguan dan penyesatan proses pengadilan dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Kemudian Pasal, 773 terkait tindak pidana penerbitan dan percetakan, kemudian Pasal 228, 229, 230, 234, 235, 236, 237, 238, dan 239 terkait membuat, mengumpulkan, menyimpan, membuka rahasia negara dan pembocoran rahasia negara dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.