Pada sidang BPUPKI, M Yamin, Bung Karno, dan I Bagus Sugriwa menemukan kalimat di Kitab Sutasoma “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrowa” yang memiliki arti "Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu jua”.
"Semboyan ini menekankan persatuan di tengah keberagaman budaya, suku, agama, dan ras di Indonesia yang selanjutnya menjadi simbol bahwa budaya adalah perekat keberagaman di Indonesia yang mampu menyatukan perbedaan sehingga menjadi fondasi bagi kerukunan bangsa," tutur dia.
Lebih lanjut, Fadli menjelaskan tiga tujuan penetapan Hari Kebudayaan Nasional. Pertama, penguatan identitas nasional yakni lambang Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan pada 17 Oktober 1951 adalah simbol pemersatu bangsa.
"Penetapan HKN diharapkan dapat mengingatkan seluruh rakyat Indonesia pentingnya menjaga identitas kebangsaan," kata dia.
Kedua, pelestarian Kebudayaan. Penetapan ini sebagai momentum untuk mendorong upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan.
Ketiga, mendorong generasi muda untuk memahami akar budaya Indonesia dan menjadikannya sumber inspirasi dalam menghadapi tantangan global.