JAKARTA, iNews.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Pejabat Pembuat Keputusan (PPK) BAKTI Kominfo, Elvano Hatorangan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo. Elvano mengaku pernah menerima uang Rp2,4 miliar.
Pengakuan itu dia sampaikan saat menjadi saksi dalam persidangan kasus tersebut pada Kamis (10/8/2023). Elvano mengaku uang Rp2,4 miliar itu dia terima dari Komisaris PT Solitechmedia Synergy, Irwan Hermawan yang telah berstatus sebagai terdakwa dalam perkara yang dimaksud.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri ingin memastikan uang Rp2,4 miliar tersebut Elvano terima dari Irwan Hermawan. Dia pun mengiyakan pertanyaan tersebut.
Kemudian, Fahzal mencecar Elvano terkait penggunaan uang miliaran dari proyek BTS 4G Bakti Kominfo itu.
Elvano merincikan uang itu dia gunakan untuk membeli sejumlah kendaraan bermotor berupa mobil HRV dan dua motor gede (moge). Elvano menjelaskan mobil yang dia beli seharga Rp400 juta dalam kondisi baru.
"Satu kendaraan bermotor lagi, Triumph," kata Elvano dalam sidang waktu itu.
Elvano lantas menyebutkan harga motor pabrikan Inggris itu yakni Rp600 juta. Kemudian moge lainnya bermerek Ducati yang dia tebus dengan nominal Rp300 juta.
Bukan hanya harta bergerak, uang tersebut juga Elvano akui digunakan untuk melunasi cicilan rumahnya yang terletak di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
"Saya gunakan untuk cicilan rumah saya," ujarnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan 3 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Tranceiver Station (BTS) dan infrastruktur pendukung Kominfo periode 2020-2022.
Ketiganya ialah JS (Jemmy Sutjiawan) selaku Direktur Utama PT Sansaine Exindo, FM (Feriandi Mirza) selaku Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul BAKTI Kominfo, dan EH (Elvano Hatorangan) Pejabat PPK.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Kuntadi membeberkan peran masing-masing tersangka. Adapun peran dari tersangka EH, Kuntadi menduga, memanipulasi kajian terkait proyek tersebut.
"Saudara EH selaku PPK diduga telah memanipulasi kajian untuk seolah-olah dapat diselesaikan 100% apabila diberikan waktu perpanjangan," tutur Kuntadi saat konferensi pers dari Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (11/9/2023).
Kendati begitu, kata Kuntadi, modus EH terkuak lantaran proyek tersebut tak kunjung rampung meskipun perpanjangan waktu telah diberikan. "Karena diduga isi dari kajian tersebut diduga tidak menggambarkan kondisi riil dari penanganan proyek dimaksud," ucapnya.