“Ya, kalau hukum acara pasti bisa dua kali. Satu kali dipanggil enggak hadir, dua kali enggak hadir, yang ketiga kali baru dijemput. Tapi enggak main jemput aja. Apalagi kami sudah mengajukan surat penundaan ke KPK,” ucap Sapriyanto.
Dia mengaku sebelumnya tidak melihat adanya kode etik yang dilanggar Fredrich selama menjalankan tugas sebagai kuasa hukum Setya Novanto. Akan tetapi, setelah KPK mengungkapkan adanya pelanggaran Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) oleh Fredrich dengan dugaan memanipulasi rekam medis, Sapriyanto menganggap itu masalah yang serius.
"Makanya kami ingin buktikan ada atau enggak. Karena kalau ada hukum yang dilanggar berarti ada kode etik yang dilanggar juga. Kasih kami kesempatan dulu lah, kan sama-sama aparat penegak hukum, saling menghargai juga proses ini," tutur Sapriyanto.
KPK sebelumnya menetapkan Fredrich Yunadi sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana mencegah, menghalang-halangi, atau merintangi secara langsung atau tidak langsung (obstruction of justice) penyidikan kasus Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dengan tersangka Setya Novanto.
Selain Fredrich KPK juga menetapkan status tersangka terhadap dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, lantaran diduga melakukan persekongkolan memanipulasi data medis untuk memasukkan Novanto ke dalam kamar rawat inap di RS tersebut. KPK menduga keduanya (Fredrich dan Bimanesh) telah bekerja sama agar Novanto dapat menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK.