Sebelumnya, pada kasus Heru, salah satu anggota hakim Ali Muhtarom, membacakan amar putusan yang menegaskan tidak adanya hukuman mati dalam dakwaan. Ali menegaskan hal ini dikarenakan dakwaan jaksa penuntut umum tidak mencantumkan pasal 2 ayat 2 UU pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Menimbang bahwa pasal 2 ayat 2 UU pemberantasan Tipikor tidak dicantumkan dalam dakwaan jaksa penuntut umum. Maka terdakwa tidaklah dapat dituntut berdasarkan pasal 2 ayat 2 UU tersebut, meskipun terdakwa telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi pengulangan mengulang tindak pidana pada kasus korupsi Jiwasraya," katanya saat pembacaan putusan di PN Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (18/1/2022).
Hakim berujar ketidakhadiran pasal tersebut dalam surat dakwaan menjadi landasan pada pembuktian tuntutan. Oleh karenanya, hakim sepakat untuk tidak akan mengeluarkan putusan yang jauh dari surat dakwaan.
"Menimbang bahwa terhadap tuntutan pidana mati tersebut majelis hakim berpendapat sebagai berikut. Bahwa Surat dakwaan merupakan landasan rujukan serta batasan dalam pembuktian tuntutan dan putusan suatu perkara pidana," tutur hakim.
Ali Muhtarom menambahkan bahwasanya Surat Dakwaan adalah batas kewenangan yang dimiliki jaksa penuntut umum dalam tuntutannya.
"Surat dakwaan adalah pagar atau batasan yang jelas dalam memeriksa perkara persidangan bagi pihak-pihak. Untuk penuntut umum agar tidak melampaui kewenangan dalam menuntut terdakwa," katanya lagi.
Untuk itu berdasarkan pasal 182 ayat 4 KUHAP, hakim meyakini putusannya tidak boleh keluar dari surat dakwaan.
"Sebagai mana digariskan dalam pasal 182 ayat 4 KUHAP, dengan adanya kata harus dalam pasal 182 maka putusan tidak boleh keluar dari surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang," tuturnya.