ICW menilai ada 3 alasan bagi KPK untuk mengabaikan dan menolak permintaan Menko Polhukam tersebut, yakni:
1. KPK adalah Lembaga Negara Independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari intervensi kekuasaan mana pun seperti tercantum UU Nomor 30 Pasal 3 Tahun 2002. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat meminta untuk mempercepat, menunda atau bahkan menghentikan proses hukum yang dilakukan KPK.
2. Pemerintah telah mencampuradukkan proses politik dengan proses hukum. Penyelenggaraan pilkada merupakan proses politik yang tidak boleh menegasikan dan menyampingkan proses hukum. Sebab konstitusi menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
3. Proses hukum oleh KPK bagian dari cara untuk menghadirkan para calon pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas. Sebab mekanisme ini yang tidak dilakukan oleh partai dalam menjaring kandidat yang akan mereka usung.
Seperti diberitakan sebelumnya, Wiranto mengatakan bahwa penetapan status hukum terhadap kandidat akan berpengaruh pada pelaksanaan pilkada dan pemilu. Hal itu dikhawatirkan bisa masuk ke ranah politik dan mempengaruhi perolehan suara juga berpengaruh ke partai dan tim pendukung.
Menurut Ketua Dewan Pembina Partai Hanura ini, tidak berlebihan jika penyelenggara pemilu meminta kepada KPK agar melakukan penundaan. Setelah pilkada, KPK dipersilakan untuk melanjutkan proses penyidikannya. Wiranto juga mengatakan, Mendagri Tjahjo Kumolo dan penyelenggara pemilu sudah berbicara dengan KPK.