Dia menerangkan, kesimpulan sidang itu juga memuat sejumlah kekhilafan hakim dalam menangani perkara Irman, misalnya, hukuman tambahan.
Maqdir menegaskan, yang disebut hukuman adalah hukuman yang dijatuhkan tanpa didakwa dan dituntut oleh pihak kejaksaan. "Artinya mereka ini menggunakan kewenangan yang berlebihan ini juga merupakan kekhilafan hakim," kata Maqdir.
Kekhilafan lainnya, lanjut dia, hakim menganggap seolah-olah dalam kasus ini ada unsur memperdagangkan pengaruh (trading influence). Meskipun Pasal 18 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) sudah adopsi, menurut Maqdir pasal itu belum jadi hukum tetap.
Dalam sidang sebelumnya, Irman menghadirkan sejumlah pakar hukum sebagai saksi ahli dalam sidang PK, antara lain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, guru besar ilmu hukum pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah serta pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda.
Irman diketahui sedang menjalani masa hukuman berupa vonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta. Dia dinyatakan menerima suap Rp100 juta dari Xaveriandi Sutanto dan Memi sebagai pemilik CV Semesta Berjaya.
Keduanya memberi suap Irman agar mengarahkan CV yang bergerak di bisnis sembako itu mendapat alokasi 1.000 ton gula impor dari Perum Bulog.