Jebakan Algoritma dan Distorsi Realitas Penanganan Bencana

iNews.id
Dr. Firman Kurniawan S, Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, Pendiri LITEROS.org (Foto: Dok Pribadi)

Keadaan realitas yang sulit dijadikan sebagai acuan itu dapat mengubah krisis. Krisis yang semula diakibatkan bencana berkekuatan alam menjadi krisis berkekuatan sosial. Ini juga terjadi di berbagai lokasi bencana di dunia. Misalnya rasa lapar, akibat lama tak memperoleh pasokan makanan memunculkan penyerbuan pada tempat-tempat yang diduga menyimpan makanan dan kebutuhan hidup; terjadinya kekerasan terhadap sesama korban bencana yang hidupnya dianggap lebih baik; juga pengadangan dan perampasan bantuan yang sedang didistribusikan. Walaupun seluruhnya dapat dipahami sebagai upaya mempertahankan hidup, konflik sosialnya memperburuk upaya pemulihan bencana. Penanganan yang cepat jadi kunci untuk mencegah terbukanya pintu, menuju krisis multidimensional.  

Indikasi-indikasi terjadinya krisis multidimensional tampak bermunculan. Selain rasa lapar dan tak jelasnya nasib pascabencana yang mengendap di benak korban, muncul sikap dengan aneka penyimbolan. Pengibaran bendera putih yang menyiratkan putus asa menanggung penderitaan, disusul maraknya pengibaran bendera sebuah gerakan maupun lontaran rasa kecewa terhadap penanganan bencana yang dilakukan. Jika seluruhnya bukan kekhawatiran yang berlebihan, tampaknya bukan sekadar krisis sosial yang dihadapi. Gulungan emosi yang tak tertangani cepat dapat memicu krisis ke segala arah. 

Seluruh persilangan realitas akibat pabrikasi unggahan media sosial, juga oleh jebakan algoritma, sesungguhnya bukan gejala baru. Shami Malik, 2024, lewat "Reality of Social Media", mengilustrasikan adanya dua orang yang berbeda, dengan relasi yang kuat. Relasi yang bahkan terbentuk sejak masa kecil keduanya. Namun ketika keduanya mengakses dunia lewat perangkat berbeda yang dimilikinya, realitas yang dihayatinya juga berbeda. Masing-masing punya bagian dunia yang dipilih untuk dihayati. Unggahan yang dikonsumsi juga akibat umpan algoritmanya, membentuk dunianya.

Itu pula yang terjadi pada khalayak yang mengikuti bencana Sumatra, memilih realitas cair yang dihadapinya. Seluruhnya kemudian berimplikasi pada pandangan terhadap cara pemerintah menangani bencana. Pasti ada distorsi. Namun di manakah menemukan realitas yang sejati, agar distorsi itu tidak lebar? 

Editor : Maria Christina
Artikel Terkait
Nasional
7 jam lalu

Maruli Minta Media Beritakan Penanganan Bencana Sumatra: Tak Selesai dengan Menangis

Aceh
23 jam lalu

Jumlah Korban Tewas Bencana Sumatra Bertambah jadi 1.068 Orang, 190 Hilang

Nasional
1 hari lalu

Megawati Ultimatum Kader PDIP Jangan Korupsi Donasi Korban Bencana: Saya Pecat Kalian!

Sumut
18 hari lalu

Kepala BNPB Minta Maaf soal Bencana Tapsel: Saya Tidak Mengira Sebesar Ini

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal