JAKARTA, iNews.id - Kasus pelarian terpidana korupsi cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menyita perhatian publik. Pasalnya Djoko Tjandra yang dianggap merugikan negara Rp940 miliar kabur ke luar negeri pada tahun 2009 lalu.
Pada tahun 2000 lalu, Djoko Tjandra didakwa pasal berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena terlibat kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali. Namun majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai R Soenarto saat itu menolak dakwaan jaksa karena merupakan kasus perdata.
Atas putusan hakim, Djoko Tjandra bebas dari seluruh dakwaan. Tapi JPU tetap melakukan perlawanan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hasilnya dakwaan JPU benar dan harus diterima majels hakim. Sidang dengan terdakwa Djoko Tjandra pun dilanjutkan.
Lagi-lagi, majelis hakim menolak dakwaan JPU. Djoko pun kembali bebas.
Perlawanan juga kembali dilakukan JPU dengan mengajukan tingkat kasasi atas putusan itu. Hasilnya Djoko Tjandra akhirnya divonis 2 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2009. Dalam putusan itu, uang rekening milik Djoko Tjandra Rp546 miliar dirampas oleh negara.
Setelah putusan itu, sayangnya Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini dan berpindah warga negara. Aparat pun menetapkan Djoko Tjandra sebagai buronan.
Pada tahun 2020, pelarian Djoko Tjandra mulai diketahui. Dia berada di Indonesia untuk mengurus peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Awalnya Djoko yang sedang berada di Kuala Lumpur, Malaysia, meminta bantuan kepada rekannya, Tommy Sumardi, agar dapat masuk ke wilayah Indonesia untuk mengajukan PK atas kasus korupsi Bank Bali. Tommy Sumardi diminta menanyakan status Interpol Red Notice atas nama dirinya di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri.