Perusahaan pun melakukan audit dan mendapat bahwa akses data dilakukan oleh salah satu karyawan. Namun ternyata, akses karyawan itu digunakan secara ilegal oleh tersangka T.
"Tersangka MFB ini mantan kurir, kemudian menyampaikan kepada T yang bekerja di kantor. Sebetulnya dia (T) tidak punya akses, namun dia bisa melihat situasi. Pada saat karyawan lengah, kondisi lengah dia melakukan ilegal akses," ungkap dia.
Usut punya usut, MFB dan T ternyata disuruh oleh sosok yang berinisial G yang kini masih DPO. G menjanjikan MFB mendapatkan upah sebesar Rp2.500 pada setiap data yang berhasil diambil, sedangkan upah untuk T ialah Rp1.500 untuk setiap data.
Data-data itu berupa dokumen elektronik yang berisi nama pesanan, jumlah pesanan, jenis pesanan, alat pengiriman, nomor pesanan hingga nominal biaya pemesanan.
"Jadi totalnya MFB mendapat bayaran Rp10 juta dan T mendapatkan Rp15 juta," tambah dia.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat melanggar Pasal 46 juncto Pasal 30 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 dan Pasal 48 jo Pasal 32 UU ITE. Ancaman pidana paling lama kedua pasal tersebut ialah delapan tahun penjara.