JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya mengoptimalkan pemulihan keuangan negara akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan para koruptor. Pemulihan keuangan negara tersebut dioptimalkan dengan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Lembaga antirasuah sejak dulu hingga saat ini kerap mengoptimalkan penerapan pidana pencucian uang terhadap para koruptor. Tercatat, sudah ada 45 orang yang dijadikan tersangka TPPU sejak 2012 hingga 2021 atau tepatnya selama sembilan tahun.
"Sejak tahun 2012 hingga 2021, KPK setidaknya telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan TPPU sebanyak 45 perkara. Sedangkan khusus dari tahun 2020 hingga saat ini, telah ada 10 Surat Perintah Penyidikan perkara TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Rabu (23/2/2022).
Dengan penerapan TPPU tersebut, KPK bisa menyita dan merampas aset para koruptor untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Di mana, kata Ali, penerapan TPPU dilakukan apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya perubahan atau penyamaran hasil korupsi ke sejumlah aset.
"Bahwa prinsip penerapan TPPU adalah ketika terdapat bukti permulaan yang cukup dugaan terjadinya perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi menjadi aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga, dll," tuturnya.
Pada praktiknya, ditambahkan Ali, penerapan pasal TPPU pada perkara tindak pidana korupsi, tentu harus memenuhi berbagai unsurnya. Intinya, fokus dan tujuan KPK saat ini yaitu memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
"Tentu goalnya tetap sama, yaitu adanya upaya asset recovery hasil korupsi yang dinikmati oleh para koruptor. Prinsip ini penting dan KPK saat ini terapkan dalam setiap penyelesaian perkara Tindak pidana korupsi," katanya.