Rapat tersebut memutuskan memberikan SKL kepada obligor yang kooperatif. Tapi Kwik menolak keputusan rapat dengan empat alasan. Pertama, Kwik berpendirian bahwa obligor yang berhak mendapat SKL apabila jumlah uang terhutang kepada negara benar masuk ke dalam kas negara.
"Dalam rapat tersebut saya beralasan bahwa rapat di Teuku Umar tidak sah karena tidak ada undangan tertulis, tidak dilaksanakan di Istana Negara sehingga bukan rapat kabinet yang sah. Saudara Megawati selaku Presiden RI membatalkan kesepakatan di Teuku Umar tersebut," JPU Wayan membacakan isi BAP Kwik.
Masih dalam BAP Kwik, pertemuan kedua terjadi di Istana Negara yang dihadiri juga oleh Dorodjatun, Boediono, Sukardi, dan MA Rahman. Dalam rapat ini, Kwik tetap tidak setuju dengan rencana keputusan penerbitan SKL.
Atas penolakan Kwik tersebut, Megawati selaku Presiden menutup rapat dengan tidak mengambil keputusan apapun. Saat pertemuan ketiga masih di Istana Negara, para pihak yang hadir juga sama. Hanya saja ada tambahan satu orang, yakni Yusril Ihza Mahedra.
Seingat Kwik seperti dalam BAP, Yusril ketika itu selaku Menteri Kehakiman. Meteri rapat tetap sama membahas pemberian SKL kepada obligor BLBI. "Pendapat saya atas keputusan rapat tersebut adalah tetap tidak setuju dengan penerbitan SKL. Rapat tersebut akhirnya Bu Megawati selaku Presiden RI memutuskan untuk tetap menerbitkan SKL kepada para obligor yang kooperatif," bunyi BAP Kwik yang dibaca JPU Wayan.