“Seorang dokter harus diinfus karena lemas. Anak-anak mereka menangis kelaparan. Kami pun tak tega makan sendiri,” ucapnya.
Meski demikian, warga Gaza tetap menunjukkan ketegaran yang luar biasa.
“Kami melihat orang-orang keluar dari lorong bangunan, tubuh mereka kurus, lemah, tapi tetap sopan. Hungry but not angry,” katanya.
Selama menjalankan misi, keduanya tak lepas dari ancaman keamanan. Suara bom dan kepulan asap kerap terdengar di sekitar lokasi. Namun, semangat kemanusiaan membuat mereka tetap bertahan dan terus membantu korban.
“Mereka tetap bekerja walau makan sulit. Kami hanya dua minggu, mereka sudah bertahun-tahun seperti itu,” ucap dr Kuntadi yang mengaku masih sering menangis jika mengingat kondisi di Gaza.
Kehadiran kedua dokter asal Malang ini tidak hanya membawa bantuan medis, tetapi juga harapan dan semangat hidup bagi warga Gaza di tengah penderitaan akibat konflik berkepanjangan.