“Sebenarnya waktu itu gajinya cukup untuk makan. Namun, karena saat itu sudah semester 6 saya membutuhkan laptop untuk mengerjakan skripsi, sehingga saya harus mencari kerja yang gajinya bisa ditabung,” tutur Lukman.
Akhirnya setelah mencari-cari ia mendapatkan pekerjaan dengan menjadi kuli bangunan dengan gaji tiap minggunya Rp350.000. Lima puluh ribu ia gunakan untuk jajan dan tiga ratus ribu ia tabung.
Setelah beberapa bulan menjadi kuli ia bisa membeli laptop bekas seharga Rp1.800.000. Ia pun mengerjakan skripsi dan lulus dari UM Surabaya.
Mesmipun begitu, kehidupannya tidak langsung mudah begitu saja. Ia tetap harus berusaha mencari kerja, ia juga sempat bekerja berjualan mi di depan kampus.
“Waktu itu setelah lulus saya kerja di toko depan kampus dengan jualan mie. Alhamdulillah waktu itu ada orang baik yang menawari saya kerja sebagai desainer di kampus,” ucap dia.
Tanpa berpikir panjang tawaran tersebut ia ambil, segera ia membuat lamaran kerja dan diterima sebagai karyawan.
Saat menjadi karyawan di kampus, perekonomian Lukman mulai membaik, ia pun memutuskan untuk mengambil studi Pascasarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) jurusan Jaringan Cerdas Multimedia (JCM). Berkat ide dan gagasan-gagasannya ia menjadi dosen di usia yang masih sangat muda.
Bahkan, ayah anak satu anak tersebut didapuk sebagai Kepala Biro Pusat Teknologi Informasi (PTI) UM Surabaya saat usianya masih 30 tahun. Tulisan dan gagasannya mudah ditemui pada media nasional.
Ia pun berpesan kepada generasi muda untuk selalu mengambil peluang. Sebab, kesempatan itu adalah jalan menuju kesuksesan.
“Selama tidak memalukan dan tetap di jalan kebaikan, ambillah peluang. Karena itu yang akan menjadi jalan menuju kesuksesan,” tutup Lukman.