JAKARTA, iNews.id - Bagi setiap muslim, Ramadan adalah momen yang istimewa. Sebab, di saat itu mereka akan melaksanakan sahur dan buka bersama orang-orang terdekat. Namun, bagaimana rasanya bila jauh dari keluarga dan kampung halaman?
Adalah Galih Tridarna Poetra yang tengah menjalani puasa di tanah rantau. Ia saat ini tengah menjalani pendidikan S2 Applied Biotechnology di Uppsala University, Swedia. Pria yang akrab disapa Galih ini mengaku puasa di Swedia berbeda dengan di Indonesia. Hal ini karena temperatur yang sangat rendah serta jumlah populasi muslim yang minoritas.
“Dinginnya terasa, apalagi pas awal-awal puasa karena musim dinginnya Swedia bisa sampai bulan April. Dari sisi suasana pun berbeda. Di sini sepi karena nggak banyak yang berpuasa. Rasanya seperti lagi puasa sunnah saja," ujar dia saat berbincang dengan iNews.id, baru-baru ini.
Meskipun begitu, kata Galih, pengalaman puasa di Swedia sangatlah seru dan menantang. Baginya, suhu Swedia yang rendah justru menjadi salah satu tantangan dalam melaksanakan puasa karena harus menggunakan pakaian yang sangat tebal.
"Musim dingin di sini pernah mencapai minus 20°C. Awal puasa kemarin suhunya minus 4°C dan kami di sini sudah terbiasa pakai jaket tebal. Haus sih nggak, tapi capek nahan dingin apalagi pakai jaket berlapis. Lebih ke arah sana capeknya," tutur dia sambil tertawa.