"Kangen kumpul sama keluarga ya, karena pasti berbeda rasanya ketika merantau, walau saya ada teman-teman senasib seperantauan, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Uppsala. Kangen suasana Ramadan di Indonesia juga, terutama menu takjil dan makanan Indonesia," ucapnya.
Lantas, untuk mengobati rasa rindu kepada keluarga, Galih mengaku selalu menghubungi keluarga dengan video call. Kemudian, untuk mengatasi kerinduan pada makanan Indonesia, ia mencoba untuk memasak makanan sendiri, salah satunya adalah sate maranggi khas Purwakarta
"Karena saya dari Bogor, terkadang rindu makanan khas Sunda. Jadi saya biasanya buat sate maranggi pakai sambal tomat khas Purwakarta. Kalau membahas harga bumbu-bumbu Indonesia di sini, kami sudah tutup matalah kalau sudah rindu," kisahnya.
Sementara itu, ia dan teman-teman Indonesia di asrama juga beberapa kali memasak makanan Indonesia bersama, misalnya nasi, olahan telur dan daging ayam. Ia pun merasa bersyukur karena daging halal di Swedia mudah didapatkan.Hal itu karena ada banyak penduduk muslim dari Timur Tengah yang bermukim di Swedia. Sehingga, ibadah puasa Ramadhan pada dasarnya bukan hal yang asing lagi oleh para penduduk lokal di sana.
"Di sini orang-orangnya jarang bertanya soal agama orang lain karena rata-rata orangnya tidak ingin mengurusi urusan pribadi orang lain. Di Uppsala cukup banyak penduduk yang beragama Islam, sehingga berpuasa bukan sesuatu yang asing atau aneh bagi warga di sini. Namun di kota pelajar ini banyak juga pendatang dari negara-negara Eropa lainnya, yang tidak biasa berinteraksi dengan muslim. Merekalah yang justru bertanya-tanya tentang cara berpuasa," ucap Galih.
Jadi, bagaimana dengan kisah puasa di daerah kamu, teman iNews.id?