JAKARTA, iNews.id - Kisah petrus (penembakan misterius), operasi rahasia untuk menjalankan misi penumpasan kriminalitas di masa pemerintahan Presiden Soeharto, menarik untuk diulik. Petrus dimulai pada 1982 hingga 1985 yang dihentikan karena tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pada Maret 1982, di kesempatan rapim ABRI, Soeharto meminta Polri dan tentara melakukan pemberantasan efektif guna menangani tingginya angka kriminalitas pada 1980-an.
Mengutip ringkasan eksekutif ‘Hasil Penyelidikan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Peristiwa Penembakan Misterius Periode 1982-1985’, jumlah kasus kriminalitas pada 1980 sampai September 1982 sebanyak 13.997. Hal ini yang kemudian melatarbelakangi Operasi Clurit dimulai dari Jakarta lalu dipraktikkan pula di berbagai daerah.
Operasi Clurit juga dilakukan di Yogyakarta. Letkol CZI M Hasby, komandan Distrik Militer 0734 Yogyakarta saat itu mengeluarkan anjuran agar masyarakat tidak memberikan setoran kepada preman yang berkeliaran. Di sisi lain, pihak berwajib juga memberikan peringatan kepada preman dan para pelaku kriminal lainnya untuk menyerahkan diri.
Sebenarnya, aparat sudah mengetahui nama-nama orang yang menjadi incaran. Namun, mereka menunggu preman-preman yang juga diistilahkan dengan gabungan anak liar (gali) menyerahkan diri. Jika tidak, barulah proses penjemputan dilakukan.
Petrus cukup menggemparkan masyarakat kala itu. Satu per satu penjahat tumbang, walaupun ada yang melarikan diri. Karena mendapat banyak tekanan, sebagian gali menyerahkan diri. Hingga Mei 1883, tercatat 441 orang yang menyerahkan diri ke petugas.