Status Dharsono sebagai musuh Soeharto itu ternyata pernah berimbas pada Prabowo. Cerita terjadi kala Prabowo masih berpangkat kapten dan menjabat wakil komandan Detasemen 81 Kopassus.
Kala itu Detasemen 81 sedang membangun pangkalan. Sebagai wakil komandan, Prabowo bertanggung-jawab untuk mewujudkan proyek tersebut, sekaligus menentukan kontraktor atau subkontraktor yang akan menjadi pelaksana.
Prabowo menuturkan, saat itu anak-anak Bandung membuat perusahaan furnitur dan mendaftar sebagai subkontraktor interior dalam pangkalan tersebut. Alumnus Akademi Militer 1974 ini pun tidak ragu-ragu menunjuk perusahaan tersebut sebagai subkontraktor interior.
Rupanya penunjukan itu berbuntut kurang enak. Prabowo ditegur atasannya. Kenapa?
“Bahwa di antara anak-anak dari ITB yang membuat perusahaan tersebut ada mantunya Pak HR Dharsono,” tulis Prabowo.
Mantan menteri pertahanan ini tak surut dengan teguran tersebut. Dia bersikukuh dengan prinsip: bila yang salah orang tua, tidak berarti anaknya harus juga ikut dipersalahkan. Apalagi, kata dia, kesalahannya adalah kesalahan politik.
“Itu ajaran orang tua saya, dan itu saya pertahankan sampai sekarang,” kata ketua umum Partai Gerindra ini.
Prabowo mengingatkan, sering permusuhan politik diturunkan generasi demi generasi sehingga dendam politik bisa turun puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun. Terkait hal ini, mantan Pangkostrad tersebut belajar dari ajaran orang tua dan para senior terutama mengenai falsafah Jawa “mikul duwur, mendem jero.”
“Kesalahan orang tua kita, kita tanamkan dalam-dalam. Kebaikan orang tua kita, kita junjung tinggi-tinggi. Itu yang saya anut sampai sekarang,” ucap cucu pendiri Bank BNI, Raden Mas Margono Djojohadikusumo ini.