Lebih lanjut, Adin menuturkan bahwa meskipun Permen KP Nomor 31 Tahun 2021 telah diundangkan sejak Juli 2021, namun implementasi pengenaan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan baru mulai dilaksanakan sejak awal 2022.
Hal tersebut memberikan ruang untuk sosialisasi dan persiapan yang memadai. Namun setelah dilaksanakan dalam waktu kurang lebih enam bulan, ternyata diperoleh beberapa masukan dari masyarakat terkait perlunya penyempurnaan terhadap peraturan tersebut.
“Demi keadilan dan kondusifitas dunia usaha di bidang kelautan dan perikanan, kami tidak segan untuk menyempurnakan Permen Nomor 31 Tahun 2021 ini,” tutur Adin.
Konsultasi publik dilaksanakan dengan melibatkan akademisi dari perguruan tinggi untuk menjadi penengah berdasarkan pandangan akademis. Pelaksanaan di Semarang kali ini merupakan konsultasi publik yang ketiga dengan melibatkan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Sebelumnya, telah dilaksanakan di Batam dengan melibatkan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Kepulauan Riau dan Fakultas Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji, serta di Pontianak bersama Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Pontianak.
"Kami berorientasi agar Permen Pengenaan Sanksi Administratif ini pada akhirnya benar-benar dapat memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Oleh karena itu konsultasi publik yang ketiga ini kami laksanakan di Jawa Tengah dimana selama ini banyak masukan yang kita dengar berasal dari nelayan di Jawa Tengah," kata Adin.
Beberapa usulan perubahan yang diterima berdasarkan masukan dari masyarakat antara lain adalah perlunya diatur mekanisme keberatan terhadap sanksi administratif yang dijatuhkan sebelum mekanisme banding administratif.
"Jadi mekanisme keberatan ini kami harapkan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha yang tidak puas terhadap sanksi administratif yang dikenakan sebelum mengajukan banding. Diharapkan dengan mekanisme ini akan mendatangkan rasa keadilan bagi masyarakat," ujar Adin.